Ketika maju sebagai saksi, Assyifa sering kali menangis ketika menceritakan kejadiannya. Tak jarang, Assyifa terdiam mendengar pertanyaan hakim yang agak menyudutkannya. Assyifa sering mengatakan "lupa" sambil menggelengkan kepala pada kronologi-kronologi tertentu dari kejadian pembunuhan itu.
Hal tersebut ternyata tak luput dari perhatian ayah Ade Sara, yaitu Suroto. Suroto yang selalu menghadiri setiap sidang anaknya itu melihat kejanggalan tersebut.
"Apakah ada perang batin pada diri mereka? Mungkin terdakwa akan berkata jujur, tapi terdakwa juga mungkin diajarkan juga untuk menghindar dari hukuman berat sehingga jawaban mereka tidak rasional," ujar Suroto kepada Kompas.com, Selasa (21/10/2014).
Padahal, kata Suroto, kedua terdakwa telah disumpah sebelumnya untuk memberikan kesaksian secara jujur. Kecurigaan Suroto kemudian melebar kepada pengacara kedua terdakwa. Suroto teringat pada kejadian minggu lalu. Ketika Hafitd dan Assyifa menjadi saksi, saksi yang meringankan untuk terdakwa juga ada di dalam ruangan. Hakim yang tak tahu ada saksi lain di ruangan itu pun tak menyuruh keluar.
Awalnya, Suroto tak paham bahwa saksi yang meringankan juga harus keluar ruang sidang dan tak boleh mendengar keterangan saksi lain. Setelah hakim tahu ada saksi lain di ruangan itu, barulah mereka disuruh keluar.
Suroto kecewa mengapa pengacara yang sudah biasa mengikuti persidangan tak paham aturan ini. "Lawyer mereka sepertinya juga sengaja membiarkan saksi-saksi yang disiapkan mendengarkan keterangan para saksi," ujar Suroto.
"Dulu saja waktu kami jadi saksi dipersilakan keluar dari ruang sidang pada saat belum dipanggil jadi saksi," tambahnya.
Terlebih lagi, lanjut Suroto, soal kehadiran ibu kandung Hafitd yang menjadi saksi meringankan dan menjelaskan soal kepemilikan alat setrum yang digunakan untuk membunuh Ade Sara. Kesaksiannya, menurut Suroto, ingin memberi kesan bahwa alat setrum itu bukan milik Hafitd dan tidak dibawa secara sengaja untuk membunuh Ade Sara sehingga pembunuhan ini tidak masuk dalam kategori pembunuhan berencana.
"Artinya, mereka memang ingin lari dari hukuman berat," ujar Suroto.
Namun, Suroto bersyukur. Dia merasa campur tangan Tuhan pada proses kasus putrinya ini. Menurut dia, walaupun terdakwa beserta kuasa hukumnya terus melakukan perlawanan, hakim sidang seakan tidak terpengaruh dan dapat berlaku obyektif. Bahkan, hakim sesekali menasihati kedua terdakwa pada tiap-tiap persidangan.
Ketika ibu Hafitd, Sulastri, menjadi saksi, para hakim bahkan malah menyalahkan Sulastri karena memberikan senjata yang berbahaya untuk anaknya tanpa mengajarkan terlebih dahulu cara untuk menggunakannya. "Campur tangan Tuhan mulai kelihatan untuk umatnya yang memperjuangkan kebenaran," ujar Suroto.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar