Ayah Ade Sara Angelina Suroto, yaitu Suroto, mengaku siap untuk terus menghadiri persidangan kasus pembunuhan putrinya tiap minggu. Bersama istrinya, Elisabeth, Suroto akan mengawal jalannya sidang hingga selesai.
"Sangat mengerikan kalau tidak diikuti tiap minggu," ujar Suroto kepada Kompas.com, Selasa (7/10/2014).
Suroto mengatakan, sidang pembunuhan putrinya harus terus dikawal langsung. Menurut mereka, terdakwa pembunuh Ade Sara, yaitu Ahmad Imam Al Hafitd dan Assyifa Ramadhani, kerap kali menyangkal perbuatan yang mereka lakukan.
Suroto juga melihatnya melalui kedua tim pengacara Hafitd dan Assyifa. Menurut Suroto, pembelaan yang mereka lakukan terhadap pasangan pembunuh itu semakin tidak rasional. Suroto menilai, kedua pengacara sering kali memenggal kalimat panjang yang merupakan penyataan dari para saksi menjadi kalimat pendek sehingga mengalami perubahan arti.
"Kedua terdakwa masih sering menyangkal apa yang dia lakukan, bahkan sampai roti saja hal yang sepele masih menyangkal," ujar Suroto.
Karena hal itu, akhirnya Suroto dan Elisabeth berkomitmen untuk terus mengawal sidang pembunuhan putrinya. Elisabeth pernah mengatakan, perusahaan tempat dia bekerja juga sangat mengerti sehingga selalu memberi izin tiap Selasa untuk menghadiri sidang. Semua ini demi mndapatkan keadilan untuk putri tunggal yang kini telah tiada.
Setiap minggu, Elisabeth dan Suroto selalu hadir di PN Jakarta Pusat. Dengan mata nanar, memandang kosong lurus ke depan, wajah Elisabeth sering kali merah seperti lelah menangis. Duduk di sebuah kursi kayu panjang sambil memangku foto anaknya yang tersenyum riang yang kini telah tiada.
Di sampingnya, Suroto duduk disamping istrinya sambil merangkul dan mengusap bahu sang istri. Sesekali tangannya menggenggam tangan perempuan itu.
"Sangat mengerikan kalau tidak diikuti tiap minggu," ujar Suroto kepada Kompas.com, Selasa (7/10/2014).
Suroto mengatakan, sidang pembunuhan putrinya harus terus dikawal langsung. Menurut mereka, terdakwa pembunuh Ade Sara, yaitu Ahmad Imam Al Hafitd dan Assyifa Ramadhani, kerap kali menyangkal perbuatan yang mereka lakukan.
Suroto juga melihatnya melalui kedua tim pengacara Hafitd dan Assyifa. Menurut Suroto, pembelaan yang mereka lakukan terhadap pasangan pembunuh itu semakin tidak rasional. Suroto menilai, kedua pengacara sering kali memenggal kalimat panjang yang merupakan penyataan dari para saksi menjadi kalimat pendek sehingga mengalami perubahan arti.
"Kedua terdakwa masih sering menyangkal apa yang dia lakukan, bahkan sampai roti saja hal yang sepele masih menyangkal," ujar Suroto.
Karena hal itu, akhirnya Suroto dan Elisabeth berkomitmen untuk terus mengawal sidang pembunuhan putrinya. Elisabeth pernah mengatakan, perusahaan tempat dia bekerja juga sangat mengerti sehingga selalu memberi izin tiap Selasa untuk menghadiri sidang. Semua ini demi mndapatkan keadilan untuk putri tunggal yang kini telah tiada.
Setiap minggu, Elisabeth dan Suroto selalu hadir di PN Jakarta Pusat. Dengan mata nanar, memandang kosong lurus ke depan, wajah Elisabeth sering kali merah seperti lelah menangis. Duduk di sebuah kursi kayu panjang sambil memangku foto anaknya yang tersenyum riang yang kini telah tiada.
Di sampingnya, Suroto duduk disamping istrinya sambil merangkul dan mengusap bahu sang istri. Sesekali tangannya menggenggam tangan perempuan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar