Kepala Subdirektorat Dampak Perubahan Iklim, Kementerian Pertanian (Kementan) Gatot Ari Putranto mengakui penanggulangan pertanian yang terkena peristiwa gunung meletus masih belum siap.
"Kita (Kementerian Pertanian-red) masih tergagap dalam penanggulangan bencana di Sinabung dan Kelud. Kita belum siap dalam penanggulangan dan penanganan, tetapi untuk bencana banjir dan longsor kita sudah siap," ujar Gatot saat ditemui usai Lokakarya "Sinkronisasi Kebijakan Penanggulangan Bencana dan Dampak Terhadap Pertanian" di gedung rektorat IPB, Dramaga, Kabupaten Bogor, Kamis.
Gatot menjelaskan, ketidaksiapan yang dimaksudkan adalah, upaya dalam pemulihan lahan pertanian, ganti rugi kerusakan lahan, serta kelangsungan pertanian di wilayah yang terkena dampak erupsi gunung masih belum memiliki model."Kita (Kementerian Pertanian-red) masih tergagap dalam penanggulangan bencana di Sinabung dan Kelud. Kita belum siap dalam penanggulangan dan penanganan, tetapi untuk bencana banjir dan longsor kita sudah siap," ujar Gatot saat ditemui usai Lokakarya "Sinkronisasi Kebijakan Penanggulangan Bencana dan Dampak Terhadap Pertanian" di gedung rektorat IPB, Dramaga, Kabupaten Bogor, Kamis.
Ia mengatakan diperlukan model-model dalam penanggulangan bencana alam gunung meletus karena saat ini penanggulangan bencana yang ada di Kementerian Pertanian fokus terhadap banjir, longsor dan serangan hama.
"Model tersebut seperti perhitungan resiko bencana, bantuan apa yang bisa diberikan, dan sebagainya," ujarnya.
Dikatakannya, untuk dampak bencana banjir, longsor dan hama, Kementerian Pertanian telah memiliki upaya-upaya yang juga didukung oleh alokasi anggaran, sehingga pemulihan pertanian pasca bencana longsor dan banjir bisa teratasi.
Salah satu upaya penanggulangan bencana banjir dan longsor seperti salah satunya Cadangan Bibit Nasional (CBN). Dimana lahan yang rusak akan ditanami kembali dengan bantuan bibit tersebut.
"Untuk gunung meletus ini diperlukan model-modelnya, dan kita baru tahun di IPB kajian tentang penanggulangan bencana ini sudah ada. Kita harapkan IPB bisa membantu membuat model-modelnya," ujar Gatot.
Dampak bencana alam terhadap sektor pertanian cukup besar, seperti di Kelud total kerugian di sektor tersebut mencapai angka Rp1,2 miliar. Sedangkan di Sinabung luas lahan pertanian yang rusak sebesar 26,666.11 hektar.
"Oleh karena itu, kami mengharapkan IPB dapat membantu Kementerian Pertanian dalam melakukan kajian penanggulangan bencana ini sehingga upaya-upaya dan langkah-langkah bantuan apa saja yang diberikan bisa memulihkan kembali produksi pangan," ujarnya.
Lokakarya Sinkronisasi Kebijakan Penanggulangan Bencana dan Dampak Terhadap Pertanian yang diselenggarakan oleh Direktorat Kajian Strategis dan Kebijakan Pertanian (KSKP) bekerja sama dengan Pusat Studi Bencana LPPM-IPB ini menghadirkan sejumlah pembicara diantaranya, Direktur Pengurangan Resiko Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan, Kepala Pusat Studi Bencana IPB Prof Euis Sunarti, Wakil Kepala LPPM IPB Bidang Pengabdian pada Masyarakat Dr Hartoyo dan Direktur KPSKP, Dr Dodik Ridho Nurrochmat.
Dr Dodik menyebutkan bencana alam juga memiliki dampak besar pada sektor pertanian. Selama ini upaya penanggulangan bencana yang dilakukan terfokus pada tanggap darurat memberikan bantuan berupa sadang, pangan, pakaian dan papan.
"Sementara penanggulangan bencana di sektor pertanian baru dilakukan secara makro atau umum. Padahal ini membutuhkan penanganan yang cepat, mengingat sektor pertanian akan berdampak tidak hanya kesejahteraan pertanian tapi juga ketahanan pangan kita," ujarnya.
Dodik mengatakan, melalui lokakarya ini KSPK IPB mencoba memaparkan kajian-kajian dampak bencana terhadap pertanian. Dengan harapan pemulihan dampak bencana di sektor pertanian lebih di fokuskan sehingga para petani tidak kehilangan mata pencahariannya dan ketersediaan pangan tetap terjaga.
Sumber: Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar