Jakarta, Kompas - Petani padi merasa dikorbankan pemerintah. Harga gabah petani tertekan pasar akibat pengusaha membeli dengan harga rendah, sedangkan Bulog berpegang teguh pada standar kualitas. Petani juga tidak berdaya saat hujan menghancurkan kualitas padi mereka.
Menurut Guru Besar Ekonomi Industri Pertanian Universitas Gadjah Mada M Maksum, petani seharusnya tidak menjadi korban dari hasil panennya yang jelek akibat bencana musiman.
”Dalam kondisi seperti ini, bukan petani yang harus rugi dan dirugikan. Karena itu, gabah mereka harus dibeli,” kata Maksum di Yogyakarta, Jumat (16/4).
Kesabaran petani ada batasnya. ”Batas inilah yang menentukan setia atau tidaknya petani menanam padi dan ini ancaman bagi ketahanan pangan,” ujar Maksum.
Senada dengan Maksum, Hartono, Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Lumajang, Jawa Timur, meminta pemerintah tidak menyalahkan petani kalau produksi gabahnya kurang bagus. ”Maunya petani, produktivitas padi tinggi dan kualitas bagus, tetapi iklim tak bisa dilawan. Seharusnya bencana musiman ini jangan ditimpakan pada petani,” katanya.
Kewajiban petani hanya menanam agar pangan bisa dihasilkan dan ketahanan pangan tercapai. Masalah buruknya penanganan pascapanen padi bukan kewenangan petani.
Ketua Umum KTNA Winarno Tohir menyatakan, jika manajemen pengelolaan beras di Bulog bagus dan berpegang pada prinsip first in first out atau first in last out, tak ada alasan gabah petani tidak dibeli Bulog.
Dengan manajemen pengelolaan beras yang bagus di Bulog, memungkinkan perputaran beras di gudang Bulog bisa diatur dengan baik sehingga beras tak sampai tersimpan lama.
Harga gabah petani di sejumlah daerah saat ini sangat rendah, bahkan di sejumlah tempat jatuh hingga Rp 2.000 per kilogram.
HKTI Jatim mengancam
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Pertanian Suswono berharap Bulog segera merespons permintaan petani untuk membeli gabah mereka kalau memang memenuhi standar kualitas.
”Tidak ada alasan bagi Bulog untuk tidak menerima gabah petani karena fungsi stabilisasi harga gabah dan beras memang adanya di Bulog,” katanya.
Winarno memperkirakan, jika tidak agresif membeli gabah atau beras sekarang, Bulog tidak akan kebagian beras. Indikasi tersebut mulai tampak nyata ketika pembelian beras Bulog hingga 12 April lalu hanya mencapai 337.871 ton atau baru 10,6 persen dari target pembelian 2010 sebanyak 3,2 juta ton.
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur mengancam akan melakukan unjuk rasa besar-besaran menyikapi jatuhnya harga gabah.
”Jika tak ada langkah dari pemerintah untuk menyelamatkan nasib petani, kami akan menggelar unjuk rasa besar-besaran. Kami akan angkut beras dan gabah dengan puluhan truk dan akan kami letakkan di Kantor Perum Bulog Jatim,” kata Ketua KHTI Jatim Herri Suginaryo.
Kepala Perum Bulog Divisi Regional Jatim Agusdin Fariedh menyatakan, dalam menyerap beras, Bulog tetap berpegangan pada Inpres Nomor 7/2009 agar kualitas beras untuk masyarakat miskin tidak buruk. Ia berharap petani meningkatkan kualitas produksi gabah mereka agar beras yang dihasilkan bernilai tinggi. (ABK/ACI/EGI/WIE/MAS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar